Surakarta Trip Report (Part 2): Surakarta Palace (End)



Welcome May… It’s too fast. I’m still remember, yesterday was April. But… life must go on. Move on!!! Halah… apa sih iku. Seperti janji gue kemarin, gue bakal ngelanjutin story trip gue kemarin di Solo.bagi yang belum baca trip kemarin bisa baca disini.  Ya setidaknya bisa jadi referensi backpaker kalian.
Oke langsung aja…

Setelah puas berjalan-jalan di Museum tertua di Indonesia,  gue dan senior kos masih merasa belum puas. Cuaca panas, langit biru tanpa awan manambah suasana seperti difilem-filem. Pilem apa emang? Yang jelas buakan film biru. Maksudnya film yang covernya kayak langit biru.


Setelah ngobrol-ngobrol kesana kemari enggak jelas arahnya, mas kos ngajakin ke keraton. Menurut curhatan labilnya, seumur hidup menjadi mahasiswa belum pernah yang namanya masuk keraton Solo. So.. karena gue baik hati dan lagi galau.. gue mau nemenin ke kraton.  Daripada mikirin orang tapi enggak mau ngalah, mikirin orang tapi enggak ngerasa dipikirin ya gue jalan-jalan aja.

Letak keraton Solo enggak jauh dari Museum Radyapustaka.  Kira-kira 10 menit gue udah nyampe. Pemandangan ramai menghiasi patung Slamet Riyadi, tak lama kemudian alun-alun utara enggak kalah ramai. Hari itu sedang ada persiapan konser Ungu sama Sait Loco buat malem harinya.

Enggak terasa udah nyampe di keraton. Ini merupakan kedua kalianya gue masuk keraton Solo, meskipun tiap waktu selalu lewat di depan keraton. Setelah  memarkirkan motor di depan keraton, gue jalan kaki menuju loket dan pintu masuk museum keraton. 


Biaya tiket masuk pun belum berubah, masih sepuluh ribu. Kami pun masuk. Seperti di museum Radyapustaka, disini juga terdapat koleksi barang-barang antik. Dari guci, senjata, bahkan peralatan jaman kuno. 


Yang bikin gue bengong, kenapa ada kayu yang sangat berat? Iya… di atas sebuah meja kecil terdapat potongan dayung kapal. Panjanganya sekitar 5 meter. Tapi beratnya MasyaAllah… berat banget. Lebih berat dibanding ditinggal mantan. 
*Dayung kapal yang super berat

Selain itu, di keraton juga terdapat diorama pertempuran laki-laki bersorban lagi naik kuda. Kalo dilihat, patung laki-laki itu mirip patung Pangeran Diponegoro.


Setelah puas menikmati benda-benda dibalik kaca, gue sampai di ruang museum yang berisi baju prajurit dan kereta kebesaran. Kalo dilihat, kereta kuda dengan roda yang sangat besar mengatakan kalo kereta ini bukan buatan Indonesia, tapi buatan Eropa. Simbol-simbol dewi-dewi eropa pun nampak jelas.
Terlihat dua orang wanita sedang berfoto dengan abdi dalem keraton penunggu kereta ini. Gue cuman bengong, rasanya juga pingin poto. Setelah selesai, gue enggak sengaja nguping pembicaraan 2 cewek dan abdi dalem sekaligus juga guide.

“Makasih pak fotonya..”
“Lima belas ribu mbak.., ini kartu anggota abdi dalem” sambil menyodorkanID card
“….” *Si mbak-mbak langsung membenturkan kepala ke kereta*

hahahah .. gue enggak jadi foto. Gue pernah baca treat-treat yang pernah main ke keraton. Jangan samapi minta foto  atau minta guide, dijamin bayar. Hahha.. duit lima belas ribu buat anak kos bisa buat makan empat hari..

gue meninggalkan  mereka bertiga yang lagi sibuk ngurus uang foto. Gue dan mas kos menuju kereta kuda yang terletak di samping mereka. Gue penasaran sama roda kereta yang super besar ini. Karena penasaran, gue puter tuh roda kereta.
Tiba-tiba… terdengar suara dari arah belakang.

“WOI…. AWWWW….AWWWW!@#$%^&*(!!!!!!!!!!!!!”
“….”

Usut punya usut, suara dari abdi dalem yang malakin tadi. Suasana makin horor, kayaknya bapak-bapak abdi dalem agak marah. Mata melotot,  mulut teriak-teriak enggak jelas,  tanduk keluar dari kepala. Kayaknya enggak boleh dipegang. Gue pun buru-buru keluar meninggalkan ruangan penuh nista ini.


Kampret… masa bodohlah. Gue pun melanjutkan berkeliling museum keraton. Terlihat kereta kuda terbuka dengan hiasan patung dewi bersayap. Gue merasa agak horor. Kereta kayu yang dibiarkan rusak. Gue merasa aneh dengan kereta ini. Kereta terbuka , bear tapi enggak ada kursinya.

Gue perhatikan bentuk kereta ini mirip peti jenazah ya? Kemudian senior kos juga bilang kalo ini mirip kereta jenasah. Hahaha. Baru inget gue pernah ngeliat patung dewi-dewi bersayap ini. Gue pernah liat di makam-makam orang Belanda dan eropa. Patung dewi bersayap ini selalu menghiasi nisan di Eropa.
*ternyata kereta Jenasah Cuk

Hari semakin siang, kamipun menuju keraton bagian dalam. Sebelum masuk kami diwajibkan ngelepas sandal. Yap.. enggak tau maksudnya apa.Tapi bagi mereka yang memakai sepatu enggak harus lepas sepatu. Menurut kabar burung, tapi gue enggak tau burungnya siapa, yang pakai sandal jepit itu rakyat biasa, yang pakai sepatu itu bangsawan dan orang belanda. Rasis banget.

 Masuk ke dalam keraton, terlihat hamparan pasir putih dan pohon sawo yang cukup banyak. Di dalam juga terdapat menara yang menjadi icon keraton Solo. Menara ini dipakai Raja buat meditasi dan bertemu Ratu Kidul. Didalam banak juga abdi dalem yang lagi asik beres-beres, ada juga yang lagi jadi guide.
di depan keraton

Terdengar suara gamelan Jawa menambah kesan horor di keraton. Menurut cerita Abdi dalem, malem itu bakal ada kunjungan dari Malaysia. Jadi mereka sedang sibuk latihan menari. Engak mau kehilangan momen, gue pun foto-foto.
Setelah puas foto-foto, tiba-tiab kakek tua, berambut putih, berjalan bongkok mendekati gue yang asik foto-foto di bawah menara. Gue udah takut, kalo tanya-tanya entar dikira sok tau terus gue harus bayar. Tapi… niat ramah tamah aja. Guepun ngobrol-ngobrol sama kakek tua ini.


Enggak kerasa, si kakek malah mulai curhat tentang kehidupannya sebagai abdi dalem. curhat tentang gaji yang hanya 50k tiap bulannya. Sampe curhat kalo dulu dia pernah  ditabrak ketika sedang membuang sampah keraton. Bahkan si Kakek abdi dalem ini juga curhat tentang kondisi keraton yang beberapa waktu kemarin sempat memanas.

Enggak cuman curhat aja, si kakek ini jga menjelaskan tentang keraton, sejarah pasir putih yang ada di dalam keraton ini. Katanya pasir di keraon ini diambil dri 3 sumber yaitu Pasir Parang tritis, ParangKusumo, dan Merapi. Bahkan, gue juga diberi sesuatu oleh kakek ini. Ya lumayanlah dapet guide gratis. Nih gue dikasih kayak gini:
*Hadiah dari si Kakek

Hahaha. Entah maksudnya apa. Katanya kalau belum pernah liat Si Raja, ini ada fotonya. Gue cuman bisa senyum. Gue kembalikan bekas undangan keraton 8 tahun lalu. Hahaha. Tapi si kakek menolak. Katanya buat gue aja. Si kakek pun pamit karena harus membersihkan keraton.

Yap… waktu udah siang, gue pun pulang meninggalkan keraton. Rasa haus membuat gue ingin sekalu minum. Akhirnya, mas kos ngajakin beli es teler. SO… sebagai makhluk yang kehausan akan air, guepun ikut aja.
Comments