Dear Kekasihku Hari ini

Entah kepada siapa lagi aku harus bercerita, mungkin melalui tulisan ini akan menjadi media untuk mengeluarkan kegelisahan dan uneg-uneg yang selama ini aku pendam. Semoga saja kamu membaca kalaupun kamu tidak membaca, semoga di kemudian hari engkau membaca tulisanku ini.

Hai… kekasih…, tanpa terasa sudah hampir 7 bulan kita menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Aku masih ingat di bulan kelahiran kita kamu mau menjadi kekasihku. Malam itu menjadi malam yang sangat bahagia buatku karena setelah satu dekade akhirnya aku berani membuka hatiku dan menjalin hubungan dengan orang baru. Hari demi hari, telah kita lewati, aku masih ingat setiap minggu aku selalu menyempatkan bertemu denganmu dan kamu menyetujui. Aku bertemu karena aku tak kuasa menahan gejolak di dalam dada. Tidak ada hubungan yang berjalan mulus, ibarat jalan tentunya pasti ada kerikil. Pertengkaran dan prahara silih berganti menghujam hubungan kita, tapi kita bisa melaluinya.

Tujuh bulan bukanlah waktu yang singkat dan bukan lah waktu yang terlalu lama. Aku masih ingat saat awal pertemuan kita. Kita berbuka puasa di sebuah rumah makan masakan Prancis, saat itu kita duduk seperti orang yang sedang bertengkar. Hari itu aku masih terlalu grogi karena pergi bersama perempuan yang baru aku temui secara langsung. Hari berganti hari kita juga sering makan bersama.

Hingga suatu hari aku memintamu menemaniku membeli pakaian karena akan digunakan untuk mengisi acara. Aku bisa pergi sendiri dan membeli sendiri, tetapi saat itu aku memang sengaja memintamu menemaniku dengan tujuan kamu bisa memilihkan pakaian yang cocok untukku. Aku ingin melibatkanmu dalam duniaku karena aku menganggap kekasihku memang ada. Hingga setelah itu kamu bilang kepadaku jika kamu ragu dengan perasaanmu. Kamu bilang jika kamu belum sepenuhnya percaya kepadaku. Bahkan kamu bilang pertemuan-pertemuan denganku tidak memberikan energi positif kepadamu. Saat itu hatiku hancur. Tapi aku mencoba sabar dan menerima.

Tidak banyak hal yang berubah sejak kita jadian. Kamu selalu slow respon, dry text, tidak pernah merespon apa yang aku bicarakan. Sepertinya aku exited sendiri dengan hubungan kita. Aku masih ingat saat kita sedang pergi ke sebuah restoran di Tugu Pal Jogja. Hari itu kamu bete banget kepadaku karena aku tidak merespon apa yang kamu ceritakan. Aku merespon hanya ala kadarnya dan sebagainya. Aku pun meminta maaf dan selalu mencoba merespon apa yang kamu ceritakan kepadaku.

Semenjak kejadian itu, aku merasa kamu berubah. Kamu jadi sering tersenyum, selalu menjemputku, dan satu hal yang tidak pernah aku lupakan ketika kamu mengajakku ke Alun -alun Kidul. Sore itu, aku bilang padamu kalau aku ingin bertemu bapak ibumu, dan kamu merespon dengan mengajakku datang ke pernikahan sohibmu di Jawa Timur. Tanpa berfikir panjang, aku pun mengatakan “Yes” dan nanti bisa mampir ke rumahmu.

Singkat cerita, sebulan setelah kamu mengajakku, aku dan kamu benar benar mewujudkan agenda tersebut. Aku bisa bertemu kedua orang tuamu, bahkan budhe-budhemu. Aku juga bertemu dengan teman-teman sekolahmu. Aku ingat, hari itu menjadi hari yang bersejarah untukku karena aku berhasil memecahkan rekor dalam hidupku. Aku bisa pergi ke  luar Jawa Tengah membawa mobil sendirian untuk pertama kali, dan untuk pertama kalinya aku pergi ke luar provinsi bersama perempuan lain selain keluargaku. Hari itu 700 km pertama yang aku lalui bersama mobil putihku dan kamu. Moment itulah yang sangat berharga untukku. 

Di Bulan November, aku masih teringat saat aku mengajakmu makan mie di daerah Afandi. Awalnya aku biasa saja hingga beberapa hari kemudian kamu bilang kepadaku. “Kita enggak usah ketemu dulu… ya Mas.”  Aku mencoba berfikir positif, mungkin kamu capek dan bosan. Aku pun mengiyakan. Minggu berikutnya, aku mengajakmu bertemu tapi tidak kusangka penolakan yang keluar darimu. Hatiku cukup sakit. Tetapi aku mencoba memaklumi itu semua, mungkin kamu telah lalah. 

Hari berganti hari, setiap aku ke Jogja, aku selalu mengajakmu bertemu dan jawabanmu selalu sama, “Ya liat nanti…, aku gak mau…, aku males…” Sudah berapa banyak penolakan yang keluar darimu. Apakah aku salah meminta menjadi pengemis dengan sumbangan waktumu untuk bertemu kepadaku. Aku dan kamu jarang bertemu, kita jarang chat, jarang telefon, jarang video call. Aku hanya ingin seperti kekasih pada umumnya. Pulang kuliah, saling bercerita tentang kegiatan hari ini, menertawakan masalah yang ada. 

Hatiku semakin sakit ketika kamu akan bedah mulut. Jika aku tidak bertanya, kamu tidak akan memberi tahu jika malam itu kamu akan melakukan bedah mulut. Meski aku bukan keluargamu, dan kamu tidak wajib memberitahu, setidaknya dengan memberi kabarmu, aku sudah cukup dianggap ada dalam hidupmu. Beberapa minggu sebelumnya, ibumu memintaku untuk menemanimu. Tapi kamu malah tidak mau, sikap keras kapalamu memang sudah menjadi karakter yang tidak bisa dipisahkan darimu. Sikapmu yang keras dan terlalu mandiri membuatku kurang nyaman, seperti keberadaanku tidak ada artinya dalam hidupmu. 

Setelah kamu bedah mulut, keesokan harinya aku ingin menjengukmu, tapi kamu memintaku untuk tidak menemuimu terlebih dulu. Aku berinisiatif untuk mengirimkan makanan, dan mencoba mengantarmu, tapi jawabannya selalu sama, kamu menolak. Kamu itu beneran tidak peka atau memang berusaha menghindariku? Aku ngelakuin itu memang karena aku ingin berjumpa denganmu.  Bertemu denganmu seperti orang sedang mengumpulkan 7 bola dragon ball, sangat susah. Bahkan susahnya bertemu denganmu hampir menyamai bertemu presiden.

Ketika kita sedang marah beberapa waktu lalu, aku hanya diam dan memilih tidak mengeluarkan kata pisah dari mulutku.  Bahkan ketika kamu hilang kabar dan menolakku untuk bertemu denganmu aku sudah pasrah. Aku tidak tahu jalan pikiranmu. Tetapi Tuhan memberikan petunjuk. Tiba-tiba terlintas wajah mantan di benakku. Setelah berpikir panjang, aku pun dengan berani mengontak mantanmu yang ku tahu kamu masih mencintainya. Kamu pernah mengupload story dan foto kamu dan mantanmu di sosial media. Melihatnya membuatku hatiku hancur. Orang gila mana yang tega mengunggah foto mantan ketika kamu sedang menjalani hubungan denganku. Aku menghubungi mantan kekasihmu saat kuliah. Dia hanya berkata, jika kamu memang orang baik, dan perlakuan yang kamu lakuin ke aku  sama seperti seperti yang kamu lakuin ke mantanmu. Mendengar jawaban dari mantanmu, hatiku lega. Aku pun mulai menghubungimu setelah beberapa hari kita tidak berkomunikasi. Orang gila mana lagi jika bukan aku yang berani menghubungi mantan pacarmu.

Dear kekasihku hari ini,

Aku telah mencoba memahami dan melakukan apa yang menjadi kesukaanmu. Katamu, kamu suka laki-laki yang rapi. Aku pun belajar menjadi orang rapi. Sebelumnya aku selalu mengenakan kaos oblong, sandal jepit ketika keluar rumah. Tetapi kini aku selalu mengenakan kemeja, dan sepatu ketika berjumpa denganmu. Katamu kamu suka laki-laki yang wangi, aku pun selalu membeli parfum agar tercium harum. Katamu kamu tidak suka laki-laki yang ngeSpam chat, aku pun sekarang tidak pernah mengirimkan spam kepadamu. Ketika kamu tidak membalas pesanku, 12 jam kemudian baru aku kirimkan lagi pesan kepadamu. Aku sudah mencoba mengerti dirimu, tapi kamu belum mampu memahami keinginanku.

Jika kamu memang belum paham dan tidak tahu apa yang aku inginkan, maka akan aku beri tahu. Keinginanku cuman 1, kamu menganggapku ada. Selalu membangun komunikasi yang sehat dan dua arah. Karena selama ini komunikasi yang kita jalani hanya satu arah. Hanya aku yang selalu bertanya, bertanya, dan bertanya. Aku bak wartawan yang sedang menginterogasi maling. Aku ingin menjadi teman curhat dan berbagi, begitu pula denganku. Mengabari, chatingan 24/7 memang tidak wajib sebagai seorang kekasih, tetapi  tidak membiarkan pasangan overthinking adalah sebuah respect.

Aku tahu, hingga hari ini kamu belum jatuh hati kepadaku. Entah sampai kapan kita menjalani hubungan ini. Aku akan tetap berjuang dan bertahan, tetapi ketika kamu telah menyerah dalam hubungan ini, aku akan mengakhiri semuanya. Dear kekasihku, tidak ada pasangan yang sempurna dalam hidup ini. Tidak ada pasangan yang ideal, bahkan dalam hukum fisika, tidak ada yang namanya gas ideal, adanya mendekati ideal. Pasangan ideal dan sempurna hanya bisa dibentuk dengan saling memperbaiki diri dan menerima kekurangan pasangan masing-masing.

Dear kekasihku hari ini…,

Tinggal menghitung, beberapa hari lagi tahun 2025. Doaku di tahun 2025 semoga kamu bisa mencintaiku seperti halnya aku mencintaimu. Semoga hubunganku dan kamu bisa langgeng sampai ke jenjang pernikahan. Aku berharap kamu menjadi cinta terakhirku seperti lagunya Ari Lasso. Segala ikhtiar telah aku lakukan. Dear Kekasihku, terimakasih telah menjalani hubungan denganku. Aku sudah pasrah dan ikhlas dengan hubungan ini. Segala hal telah aku lakukan tanpa kamu minta, dan biarkan sisanya semesta mengatur semuanya. Terimakasih T.R.G telah mewarnai tahun 2024-ku, semoga kamu menjadi kemungkinan yang bisa menjadi pasti.



Comments