Mengunjungi Museum Roemah Martha Tilaar Gombong


Hallo semua… welcome back to my blog. Lama banget nggak pernah update tulisan di blog ini. Maafin gue yak, karena kesibukan di dunia nyata jadi lupa ngeblog, lupa nge-Youtube, dan lupa sama nyari jodoh. Untuk yang terakhir, mohon abaikan saja karena nggak sesuai dengan peri kemanusian dan keadilan.
Sebelumnya, gue mau ngucapin selamat Idul Fitri ya buat kalian semua. Mohon maaf kalau gue ada salah baik secara langsung maupun nggak kepada kalian. Pokoknya kalau kalian ada salah, udah gue maafin. Iya, gue maafin, tapi nggak gue lupaen. Hehehe.



Pada tulisan kali ini, gue akan cerita saat lebaran kemarin. Jadi sehari sebelum lebaran, gue mengunjungi bangunan heritage di Gombong. Ya, sebut saja Roemah Martha Tilaar.  Buat kalian, terutama kalian cewek-cewek dan ibu-ibu pasti nggak asing sama nama barusan. Bener banget, Martha Tilaar dari Sari Ayu. Jadi, si Ibu Martha ini kan lahir dan kecil di Gombong. Buat kalian yang belom tahu Gombong, Gombong itu nama kecamatan di daerah Kebumen, Jawa Tengah. Jadi bisa dibilang, bu Martha Tilaar ini Ngapak. Ora Ngapak, ora kepenak!

Pagi itu, gue berangkat ke Roemah Martha Tilaar naek sepeda onthel sama adik gue. Kebetulan, rumah nenek gue nggak jauh dari lokasi, ya kurang lebih 2 kilo meter. Yap, puasa-puasa, ngontelm boncengin adik gue. Ya, demi memenuhi hasrat akan bangunan kuno, gue lakuin.

Roemah Martha Tilaar ada di jalan Sempor Lama. Kalau dari jalan utama Purwokerto-Purworejo, ya nggak jauh-jauh amat, cuman beberapa meter. Rumah ini letaknya di dapan jalan raya, sehingga ngga susah menemukan Roemah Martha Tilaar. Gue inget, pagi itu hari Selasa. Alasan gue berangkat hari Selasa karena nih Rumah kalau Senin tutup, dan keesokan harinya udah lebaran. FYI, Roemah Martha Tilaar buka dari jam 9 pagi.
Halaman depan Rumah Martha Tilaar

Sesampai di lokasi, gue disambut rumah yang cukup tua, rumah khas Belanda, dengan halaman yang luas dan bangunan yang lebih kecil di bagian kiri dan kanan bangunan utama.

Gue dan adik gue masuk ke café yang ada di sayap bagian kanan. Disana tempat pembelian tiket. Sebelumnya, gue udah survei di Internet tentang biaya tiketin. Menurut artikel yang gue baca, harga tiket masuk 15k per biji. Eh, sesampai di sana cuman 5k doank. Gue juga minta dipandu.
Teras Depan

Nggak lama kemudian, gue dipandu sam-sama mbak-mbak Chinese, berambut panjang, berkaos hitam, serta syal yang melilit leher putihnya. Gue dan adik gue diajak masuk ke dalam rumah  Martha Tilaar. Kami dipandu, dijelaskan, dan diceritakan tentang sejarah Roemah Martha Tilaar, silsilah leluhur bu Martha. Gue juga diajak melihat ruangan-ruangan dengan perabot kayu khas China yang masih terawat dengan baik. Enggak cuman perabotan kayu, dan ranjang, di sini juga terdapat baju-baju leluhur bu Martha Tilaar.
Perabotan Yang Masih Terjaga

Semua perabotan, lantai, dan aksesoris yang ada di rumah Martha Tilaar ini hampir semuanya masih sama seperti perabotan saat Bu Martha Tilaar tinggal di sini. FYI, bu Martha Tilaar kecil di Gombong, dan pada usia menjelang puber, beliau pindah ke Jakarta. Menurut penjelasan pemandu, keahlian Bu Martha dalam membuat jamu berasal dari neneknya yang pandai meracik ramuan. Satu hal yang gue dapet, bahwa sebenernya bu Martha Tilaar titu dulunya lulusan keguruan. Karena jiwa pedagoglik masih mengalir dalam aliran darah beliau, akhirnya dia bikin kelas kecantikan.






Setelah puas berkeliling dan foto-foto, tiba-tiba gue ketemu sama bapak-bapak berbaju putih yang lagi asik melihat kertas iklan jaman dulu. Di atas meja kayu ada pula kartu pos tahun sebelum Indonesia merdeka. Gue cuman ngeliat dan tiba-tiba-tiba si Bapak ini nyapa gue.

“Suka bangunan kuno ya?”
“Iya pa.” Balas gue sambil senyum.
“Dari Mana mas?”
“Saya dari Magelang pak.”
“Berarti kenal Bagus?”
“Bagus Priyana? Saya kenal pak. Dia Gubernur Kota Toea Magelang” balas gue sambil mendekati si bapak.

Dari situlah awal perkenalan kami. Usut punya usut, nama beliau adalah Bapak Sigit. Beliau adalah tokoh penikmat, searah. Beliau juga kolektor barang-barang heritage yang berkaitan dengan Gombong, ntah itu kartu pos, foto, dokumen.
Singkat cerita, setelah ngobrol ngalor ngidul, gue pamit. Cuaca juga udah mulai panas. Masih ada tempat yang ingin gue datengin lagi. Gue pengen mengunjungi makam Belanda atau bahasa kerennya Kerkoff di Gombong. Sebenernya bapak Sigit nawarin mau ngajak jalan-jalan gue. Tapi karena lagi puasa dan mau lebaran, jadi beliau nggak mau.

Setelah pamit, gue dan adik gue keluar dari rumah. Sesampai di parkiran, gue shock. Gue bukan shock karena abis ketemu mantan, bukan itu. Ban sepeda gue tiba-tiba kempes. Padahal baru kemarin gue servise. Yap, sing itu gue apes banget. Gue harus dorong sepeda berkilo-kilo buat nyari bengkel sepeda. Kita tahu zaman sekarang udah jarang bengkel sepeda onthel. Kalaupun ada pasti juga udah tua.
Teras Belakang

Yap, mungkin cukup ini cerita dari gue. Jika kalian ada pertanyaan, silakan kirim message aja. Makasih udah baca cerita gue ini. Sampe jumpa di postingan gue selanjutnya.
Comments