Misteri Sebuah Makam Belanda di Rumah Karisidenan Kedu Magelang


Perang Jawa dan Diponegoro adalah dua hal yang enggak bisa terpisah. Jika kita mengingat pelajaran sejarah jaman sekolah dulu Pangeran Diponegoro adalah tokoh yang dapat membuat Belanda pusing enggak karuan. Belanda sulit menangkap Pangeran Diponegoro hingga akhirnya Belanda menggunakan cara licik untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro. Pada hari lebaran, tepatnya hari Minggu, 28 Maret 1830, Belanda mengajak Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya untuk berdamai. Pangeran Diponegoro setuju dan mau datang ke markas Belanda. Semua senjata berupa keris, tombal dan senjata lainya dilucuti dan Pangeran Diponegoro dijebak, ditangkap serta ditipu. Nah lokasi penangkapan Pangeran Diponegoro ini terletak di Magelang, tepatnya di rumah residen Kedu.




Tempat penangkapan Diponegoro/ Rumah Residen/Tempat Kawinan

Saat ini kita masih bisa melihat saksi bisu penangkapan Pangeran Diponegoro. Bangunan bekas rumah residen yang masih kokoh berdiri menghadap Gunung Sumbing dengan halaman yang sangat luas serta aliran sungai Progo dan pegunungan Giyanti menambah kesan indah. Bahkan kita juga masih bisa melihat kursi dengan bekas cakaran Pangeran Diponegoro di ruang penangkapan Pangeran Diponegoro. Jika kita berjalan ke arah barat Daya, kita akan melihat sebuah bangunan rusak yang telah lama ditinggalkan. Bangunan ini adalah bangunan ebekas Kampus UGM cabang Magelang. 


Dulu UGM pernah buka cabang di Magelang, tapi sayang enggak lama kampus ini pun tutup dan kembali ke Jogja. Untuk memperingati berdirinya UGM cabang Magelang dibangunlah tugu peringatan di sekitar bangunan yang kurang terawat ini. Entah kenapa gue merasa prihatin. Padahal gedung ini punya sejarah yang cukup bagus untuk kemudian hari, tapi malah rusak. Kaca-kaca pada hancur, atap pada jebol. Miris banget pokoknya. Yang menarik dari bangunan ini adalah adanya sebuah makam Belanda di samping gedung ini. Makam dengan tugu khas nisan jaman Belanda. Sayangnya nisan ini tidak bernama. Bisa jadi tulisan pada dinding nisan hilang, hancur atau dicuri orang. Mengingat tulisan nisan jaman Belanda terbuat dari batu marmer.


Jadi nisan yang setinggi 1,5 meter ini masih belum diketahui punya siapa. Menurut sumber lisan, makam ini adalah makam isteri Jenderal De Kock. Itu adalah rumor yang beredar di masyarakat. Jika menurut Tim “Masih Dunia Lain” Trans7, makam ini adalah makam dari isteri residen yang menjabat pada saat itu. Jadi belum ada sumber dan bukti tertulis pemilik makam di komplek rumah residen (residentswoning) Kedu, Magelang.
*Salah Satu Makam Belanda*


Tempat ini dulunya pernah dipake untuk uji nyali Masih Dunia Lain. Jadi banyak sekali misteri-misteri yang ada di komplek ini. Menurut penelusuran Masih Dunia Lain Trans7, ada beberapa makam Belanda yang ada di kompleks ini. Kalau enggak salah ada 2-3 makam Belanda di sini. Sayangnya  makam ini telah diratakan tanpa dipindah terlebih dulu. Menurut gue, banyak sekali pertumpahan darah di tempat ini mengingat dulunya di sini tempat Pangeran Diponegoro ditangkap. Tempat ini dulunya juga pernah dipake untuk syuting Jejak Para Normalnya Ki Prana Lewu dan ANTV. Jika melihat tayangan yang ada, banyak sekali ditemukan pusaka-pusaka seperti keris yang diduga punya prajurit Pangeran Diponegoro. 


Oke, Back to topic. Jadi kemarin gue penasaran dengan makam Belanda yang ada di komplek Karisidenan Kedu. Meskipun gue udah  lebih dari 5 kali ke lokasi ini, tapi gue enggak “ngeh” kalau ada makam. Gue sempet bertanya dengan Mas Bagus Priyana, Gubernur Kota Toea Magelang, tentang lokasi makam istri residen ini. Beliau memberi tahu dan memberi saran ke gue untuk hati-hati dan enggak datang sendirian. 


Akhir pekan gue menuju ke Karisidenan setelah capek hunting foto. Sampe di sana, gue disambut ratusan orang. Yap, ratusan orang lagi kondangan. Residen Kedu ini emang terkenal dipake buat tempat resepsi. Lokasinya yang indah dan outdoor membuat banyak orang pengen kawinan di sini. Bahkan tempat ini lebih dikenal sebagai tempat kawinan daripada tempat penangkapan Diponegoro. Guepun masuk menerobos kerumunan orang dan langsung menuju  gedung UGM cabang Magelang yang berada di barat daya. 


Sesampai di sana gue disambut semak-semak yang cukup tinggi dan tugu bewarna putih yang gue duga adalah nisan. FYI, gue datang sendirian ke lokasi. Enggak lupa gue “kulo nuwun” dulu sambil mengucapkan salam. Yap, gue melihat nisan dengan tinggi lebih dari satu meter berdiri tegak di bawah pohon dengan semak belukar yang cukup tinggi. Hal ini menunjukan kalau tempat ini jarang dijamah manusia. Pemandangan hijau dan gunung Sumbing menambah kesan indah daripada horror. 








Enggak lama kemudian, angin kencang tiba-tiba datang dan membuat daun-daun disekitar gue bergerak. Angin semilir mendinginkan badan gue yang basah karena keringat. Enggak lama setelah melihat nisan dari kejauhan, gue ke gazebo yang enggak jauh dari makam ini. Angin lumayan agak kencang masih gue rasakan. Daun-daun dan dahan pohon bergerak-gerak karena angin.Tapi gue agak merasa aneh, kenapa cuman pohon yang ada disekitar gue aja yang bergerak, sedangkan pohon yang ada deket tempat resepsi enggak bergerak. Gue cuman bisa positif thinking aja, sambil sesekali membaca doa. Gue jadi inget kata-kata Pak Gubernur KTM, untuk enggak datang sendirian, atau datang kalau pas lagi ada kondangan. Sayangnya gue dateng sendirian. Ya mungkin ini adalah sambutan dari yang “Tak Kasat Mata” sekedar say hello.


Kalau gue lihat, bentuk makam disini seperti makam Belanda/ Kerkoff Pa Van Der Steur yang berada di jalan ikhlas Magelang. Barang kali nisan dengan model kaya gitu lagi trend di jaman itu. 
*Komplek Makam Pa Van Der Steur*

Oke, mungkin cukup ini aja tulisan dari gue, jika ada pertanyaan silakan tinggalkan di kolom komentar atau bisa email gue. Thanks udah baca, maaf gue jarang banget update blog. Maafkan. Mungkin di penghujung tahun 2018 ini gue akan rajin ngepost blog. Bye.!!!

Comments